welcome to my blog

welcome to my blog

Sabtu, 14 Desember 2013

Hasil Observasi Anak ADD/ADHD (pengertian, Karakteristik, penyebab, dan penanganan anak ADD/ADHD)

MAKALAH
BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK USIA DINI
Penanganan Terhadap Anak ADD/ADHD 
Disusun Oleh :
Fitri Rohmawati
1205125045
Kelas : B Pagi

Dosen
Rahman, S.Pd,.M.Pd


PROGRAM STUDI S1-PAUD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Anak usia dini adalah individu yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut NAEYC, anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 8 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak untuk kedepannya nanti. (Masitoh dkk.,2005:112-113). Sedangkan rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Usia dini merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Hal ini tersebut dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini bergerak dengan cepat dan merupakan dasar bagi perkembangan tahap selanjutnya (Depdiknas, USPN, 2004:4).
Pada masa usia dini, anak memiliki berbagai macam aspek perkembngan yang penting untuk dikembangkan saat proses belajar anak. Salah satu aspek yang ingin dibahas kali ini adalah aspek social-emosional anak yang berhubungan dengan permasalahan anak yang akan penulis bahas pada makalah ini. Masa TK merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empat, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan.


Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak: (1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga; (2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya. Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu; (3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun. Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah; (4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – pubertas. Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.
Aktivitas belajar adalah keterlibatan anak selama proses pembelajaran baik keterlibatan secara fisik maupun fsikis. Keterlibatan siswa dalam proses belajar bertujuan untuk mencapai perubahan tingkah laku pada diri anak. Dalam hal ini belajar dipahami sebagai proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Ada kasusu pada sebuah keluarga dimana terdapat seorang anak yang sulit untuk memusatkan perhatiannya saat proses belajar dikelas. Anak ini memiliki rentang fokus lebih singkat dari pada teman-temannya yang lain. Ia lebih senang berlari kesana-kemari dan menlakukan banyak hal dengan rentang waktu yang singkat. Dia juga selalu mencari keributan agar mendapat perhatian dari orang lain. Jika diberi tahu anak ini selalu menolak. Ini adalah salah satu karakteristik anak yang mengalami ADD/ADHD. Dr. Dwijo (dalam Zaviera, 2007: 26) mengingatkan bahwa ADHD adalah satu-satunya gangguan perilaku yang paling mudah ditangani dan diobati. Maka dari itu penanganan harus sedini mungkin, mengenai ADHD ini, di Amerika serikat ada sekitar 2-10% populasi anak sekolah menderita ADHD, sementara di Indonesia dalam populasi anak sekolah ada 2-4% anak yang menderita ADHD.
Anak ini berasal dari latar belakang orang tua yang sama-sama bekerja. Sehingga intensitas waktu bagi si anak sangat berkurang. Ketika kedua orang tuanya bekerja anak tersebut dititipkan kepada sang nenek. Nenek anak ini selalu membiarkan sang anak untuk bermain sendirian dengan sedikit pengawasan. Anak sering dibiarkan kesana-kemari namun tanpa adanya seorang teman sebaya yang bermain dengannya. Sehingga anak ini merasa kesepian dan bosan dengan kesehariannya. Waktu bertemu dengan kedua orang tuanya hanya saat malam hari. Hal ini yang membuat jarak diantara anak dan orang tua sehingga bisa terjadi hal seperti itu.
Denga demikian, penulis ingin mengangkat khasus tersebut dan mencoba mengatasi kebiasaan anak tersebut untuk memusatkan perhatiannya dan menjadikan keaktifannya menjadi lebih positif dalam proses pembelajarannya disekolah. Penulis mencoba mengatasi permasalahan ADD/ADHD ini dengn menggunakan therapy behavior.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka terdapat rumusan masalah yaitu : Bagaimana cara menangani anak ADD/ADHD ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara menangani anak yang mengalami gangguan ADD/ADHD.



BAB II
DASAR TEORI


A.    Pengertian ADD/ADHD
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian) (Tanner, 2007). Gangguan ADD/ADHD menurut Barkley (1995) merupakan kondisi yang sudah terlihat sejak masa balita, dan dapat dibedakan secara jelas dengan anak-anak pada umumnya. Karena, pada anak ADD/ADHD, tampilan perilaku tak terkendali berlangsung terus-menerus di segala situasi (persisten). Sedangkan menurut DSM IV, ADHD adalah adanya pola yang menetap dari inattention dan atau hyperactivity – impulsive pada seseorang,dapat diketahui sebelum berusia 7 tahun, pola diatas  bisa terjadi dalam berbagai situasi seperti  di rumah, sekolah atau situasi sosial lainnya.
Beberapa bentuk perilaku yang muncul pada penyandang ADHD, mungkin pernah kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Berikut contoh bentuk perilaku anak penyandang ADHD di kelas :
1.      Anak tidak pernah bisa duduk di dalam kelas.
2.      Anak selalu bergerak.
3.      Anak melamun saja di kelas.
4.      Anak tidak dapat memusatkan perhatian pada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas.
5.      Anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.
Taraf kecerdasan anak ADHD pada umumnya bervariasi dari di bawah rata-rata maupun lebih tinggi. Anak dengan ADHD cenderung memiliki skor rendah pada subtes WISC dari peringkat terendah, yaitu object assembly, picture arrangement, information, comprehension, digit span, dan block design. Subtes-subtes tersebut mencerminkan berbagai keterbatasan yang dialami dalam hal visual motor coordination, visual perception, organization, visual-spatial relationship and field dependence, sequence ability, planning 10 ability, effects of uncertainty, and social sensitivity. Dengan berbagai keterbatasan tersebut anak dengan ADHD mengalami masalah perilaku sosial, kognitif, akademik, dan emosional, serta mengalami hambatan dalam mengaktualisasikan potensi kecerdasannya.(Ferdinand, 2007: 14)

B.     Karakteristik Anak ADD/ADHD
Menurut DSMIV T-R, terdapat 3 karakteristik utama gangguan ini, yakni:
1        Inattention (kesulitan memusatkan perhatian)
Dimanifestasikan dalam bidang akademik, mengerjakan tugas atau berbagai situasi sosial, dengan gejala sebagai berikut :
                                 a.         Gagal memusatkan perhatian pada hal-hal yang kecil
                                 b.         Sering melakukan kekeliruan pada pekerjaan sekolah
                                 c.         Pekerjaan di sekolah kotor  dan tidak rapi, sembarangan
                                 d.         Tidak berpikir panjang (tidak banyak pertimbangan)
2        Impulsivitas (kesulitan menahan keinginan)
                                 a.         Tidak sabar
                                 b.         Kesulitan saat harus menunggu
                                 c.         Kesulitan pada saat harus menunda respon
                                 d.         Seringkali menyela atau menginterupsi
3        Hiperaktivitas (kesulitan mengendalikan gerakan)
                                 a.         Kegelisahan
                                 b.         Gerakan-gerakan saat duduk
                                 c.         Tidak duduk kembali saat mengerjakan sesuatu
                                 d.         Berlari,naik-naik dalam situasi yang tidak tepat
                                 e.         Suka berpindah-pindah tempat

C.    Ciri-ciri anak ADD/ADHD
Berikut adalah ciri-ciri dari anak yang megalami gangguan ADD/ADHD menurut buku Penanganan Anak Berkelainan (2007).
1.           Sulit untuk memusatkan perhatian.
2.           Perilaku individu yang kurang mampu mengendalikan diri.
3.           Berperilaku sangat aktif atau hyperaktif.
4.           Disorganisasi, ketidakmampuan dalam mengatur berbagai hal seperti tugas-tugas sekolah serta barang-barang yang dimilikinya (buku, mainan, dll)
5.           Seringkali salah dalam membaca tanda-tanda social dan secara implusif menampilkan perilaku social yang tidak sesuai.
6.           Berperilaku agresif, terkadang menyerang orang lain jika tidak sesuai dengan keinginanya. Perilaku ini dapat berupa tindakan fisik atau tindakan verbal.
7.           Anak ADD/ADHD sangat sensitif secara emosional dan neorologis terhadap kegagalan dan kesulitan yang dialaminya. Meraka akan merasakan frustasi yang tinggi dalam menghadapi kegagalan.
8.           Perilaku sering mencari sensasi.
9.           Ketika situasi dikelas mulai membosankan anak ADD/ADHD seringkali melamun sebagai refleksi dari aktivitas otaknya.
10.       Memiliki koordinasi motorik yang tidak seimbang, sulit untuk melibatkan motorik halus.
11.       Kesulitan pada fungsi daya ingat jangka pendek. Penelitian Douglas (1983) menemukan bahwa :
                                 a.         Menunjukkan bahwa ADD kurang melakukan dengan baik tugas yang diberikan
                                 b.         Kegagalan untuk memusatkan untuk mengingat stimulus yang masuk dan untuk konsentrasi pada tugas yang berkaitan dengan gerak motorik.
                                 c.         Kegagalan dalam mengontrol tugas-tugas untuk memanggil data yang telah disimpan
12.       Memiliki pola pikir yang obsesif. Berdasarkan penelitian diketahui sangat sedikit anak hyperaktif ber IQ tinggi,penelitian Steward (1972) menyatakan IQ mereka biasanya lebih rendah IQ performance dibandingkan IQ verbalnya.

D.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak ADD/ADHD
Penyebab pasti ADHD belum diketahui secara pasti, namun para peneliti memusatkan objek penelitiannya pada kinerja dan perkembangan otak. Selain itu, terdapat tiga faktor yang dianggap mempengaruhi kondisi ADHD, yaitu:
1.      Faktor genetik/keturunan
Sebagian besar penderita ADHD mendapatkan kondisi ini dari orang tuanya. ADHD memiliki kecenderungan besar terjadi pada keluarga/keturunan.
2.      Ketidakseimbangan kimia
Para ahli meyakini bahwa ketidakseimbangan kimiawi pada otak (neurotransmitter) merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan gejala ADHD.
3.      Kinerja otak
Pada anak yang menderita ADHD, didapati bahwa area otak yang mengontrol perhatian tampak tidak terlalu aktif, dibandingkan dengan anak-anak lainnya yang tidak menderita ADHD.
Perilaku anak ADHD sangat membingungkan dan sangat kontradiktif. Perilaku yang gegabah (kurang terkontrol) dan tidak terorganisir adalah sumber utama bagi stress anak, orang tua, saudara, guru dan teman di kelas. Biasanya, usaha keras dan aturan yang lebih ketat tidak membantu karena sebagian besar anak ADHD sudah berusaha berbuat secara keras. Mereka ingin melakukannya dengan baik, tapi mereka selalu terhambat oleh kontrol diri yang lemah. Hasilnya, mereka merasa sakit, bingung, dan sedih karena tidak dapat berkonsentrasi. Mereka menjadi sering mengompol, membuang barang-barang, atau bahkan memukul karena gagal menyelesaikan pekerjaan dan aktifitas di sekolah dan rumah. (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006: 3)

E.     Penanganan Anak ADD/ADHD Dengan Teori Behavior
Pada anak dengan ADHD, system kerja otaknya berbeda. ADHD bukan disebabkan karena kesulitan pada saat kehamilan atau melaihrkan. Pada dasarnya, otak penderita ADHD tidak mempunyai kegiatan kimiawi yang cukup untuk mengatur dan mengendalikan apa yang si penderita lakukan atau pikirkan. Pengobatan akan menaikkan aktivitas otak dan memberikan tambahan ëenergi pada otak untuk mengendalikan pikiran dan tingkah laku. Pada otak penderita ADHD kegiatan / aktivitas otaknya lebih sedikit (warna merah/oranye/putih) dibandingkan dengan otak anak yang tidak menderita ADHD.
Selain terapi medis untuk mengontrol kondisi ADHD anak, ada juga pendekatan terapi non medis yang dinamakan terapi perilaku (behavioral therapy) yang bertujuan untuk mengubah pola-pola perilaku negatif menjadi perilaku positif. Prinsipnya adalah menyusun ekspektasi yang jelas pada perilaku anak. Memuji dan memberikan penghargaan untuk perilaku positif dan menghalangi perilaku negatif. Semua program terapi perilaku perlu menyertakan 4 prinsip ini:
1.      Perkuat perilaku baik dengan sistem imbalan / reward.
2.      Acuhkan perilaku kurang baik yang ringan.
3.      Cabut hak istimewa jika perilaku negatif menjadi terlalu serius untuk diacuhkan.
4.      Hilangkan pemicu dari perilaku buruk.
Anak dengan ADHD mungkin menunjukkan reaksi berlebihan terhadap situasi tertentu. Anak mungkin juga menunjukkan perilaku lebih agresif dibandingkan dengan teman-temannya. Pada kasus ini, terapi perilaku membantu anak untuk lebih bisa mengontrol perilaku dan mengendalikan tindakan mereka. Diharapkan anak mampu mengendalikan reaksi berlebihan, kemarahan, serta menjadikannya lebih tenang. Terapi perilaku menyasar perubahan cara berpikir serta perilaku anak.
Perinsip dasar dalam menangani anak yang mengalami gangguan ADD/ADHD dalam proses belajar-mengajar. Pfiffner dan Brakley (1998) :
1.      Aturan dan instruksi hendaknya disampaikan secara jelas, tegas, dan disajikan dalam bebagai bentuk, tidak hanya secara lisan tetapi juga visual (tulisan/gambar).
2.      Konsekuensi perilaku (positif/negatif) langsung diberikan, tidak ditunda-tunda.
3.      Konsekuensi harus dikenakan lebih sering, dibandingkan dengan anak lainnya.
4.      Bentuk konsekuensi sebaiknya lebih tegasatau lebih luwes penerapannya dibanding dengan anak lain.
5.      Insentif yang sesuai dan beragam harus disiapkan.
6.      Bentuk enguatan atau penghargaan harus diubah dan diberikan secara bergiliran.
7.      Kunci utamanya adalah antisipasi. Guru harus siap dengan berbagai rencana, terutama selama masa jeda di sela kegiatan atau perpindahan jam pelajaran untuk menyakinkan bahwa anak memahami perubahan aturan (dan konsekuensi) yang akan terjadi.
Ada tiga elemen penting yang menentukan keberhasilan manajemen perilaku:
1.      Biarkan anak memahami apa yang diharapkan dari dirinya. Antara anak dan orang dewasa perlu bertukar pemahaman mengenai perilaku-perilaku seperti apa yang bisa diterima, dan apa saja konsekuensi yang ditimbulkan dari masing-masing perilaku tersebut.
2.      Pastikan bahwa setiap penguatan atau pemghargaan memiliki arti. Ini berarti bahwa penghargaan haruslah berupa sesuatu yang benar-benar diinginkan anak dan merupakan hal yang ia lakukan. Demikian juga, karena anak penderita ADHD memiliki kemampuan durasi konsentrasi yang terbatas, penghargaan yang diberikan kepadanya harusnya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi dengan tingkat frekuensi atau keseringan yang tinggi. Jangan berikan penghargaan secara sekaligus dan sekali tempo. Menjanjikannya membelikan sepeda pada akhir kelas apabila nilai rapor sekolahnya bagus tidak akan efektif bila dibandingkan dengan menewarkan hadiah-hadiah kecil setiap hari untuk mendorongnya berperilaku seperti yang kita ingingkan.
3.      Buatlah kesepakatan dengan pasangan anda. Modifikasi perilaku tidak akan bisa dilakukan apabila anda melakukannya seminggu sekali. Ia tidak akan pernah bisa berhasil apabila salah satu orang tua menerapkan pemberian penghargaan sementara orang tua yang salah satunya lagi tidak melakukannya. Penguatan haruslah konsisten, sehingga dengan demikian anak akan selalu memahami dimana ia sedang berada. James Le Fanu (2008)



BAB III
PEMBAHASAN


B.     Analisis
š




Identitas Anak
Nama                     : M. Rayyan Faeza
Nama Panggilan      : Rayyan
Jenis Kelamin         : Laki-laki       
Tempat, tanggal lahir  : Samarinda, 2 Oktober 2009
Agama                       : Islam
Tinggal bersama         : Orang tua/Wali
Posisi Anak                : Anak Tunggal
Asal Sekolah             : TK/KB Anyelir      
š Kondisi Fisik dan Kesehatan
Berat Badan                              : 21 Kg
Tinggi Badan                            : 118 Cm
Kondisi fisik                             : utuh/cacat
š Kebiasaan Anak
Tidak bisa fokus saat proses belajar atau bermain, suka memukul teman yang lain saat dia merasa kesal, suka pilih-pilih teman (Rayyan hanya mau berteman dengan anak-anak yang bisa mengikuti semua keinginanya), Rayyan diberi label/julukan “Bola Bakel” oleh Guru-guru di sekolahnya karena badannya yang gemuk dab tingkahnya yang selalu kemana-mana tidak bisa diam. Jika mengerjakan sesuatu tidak pernah sampai tuntas lalu mencarai permainan yang lain. Rayyan hanya bisa patuh oleh seorang guru saja yaitu wali kelas Rayyan.

C.     Sintesis
Berdasarkan profil yang diatas dapat disimpulkan bahwa Rayyan berada dilingkungan keluarga yang memiliki kesibukan yang tinggi. Waktu bertemu dengan orang tuanya hanya saat malam hari. Dan ketika kedua orangtunya sibuk bekerja Rayyan diasuh oleh kakeknya. Hal tersebut yang membuat intensitas kebersamaan Rayyan dan kedua orang tuanya sanggat singkat bahkan kurang. Sebelum diasuh oleh kakeknya Rayyan dititipkan di tempat penitipan anak. Pola asuh ditempat tersebut dan dirumah sangat jauh berbeda. Krtika disekolah yang sekarang yaitu TK Anyelir, rayyan hanya patuh kepada satu orang guru saja. Hai ini dikarenakan guru-guru yang lain sering memarahi Rayyan dan memberikan hukuman seperti cubitan atau meremas jari-jari tangan Rayyan ketia ia bersikap ADD. Kepada guru inilah Rayyan biasa mengungkapkan perasaan yang sedang dialaminya. Terkadang Rayyan mengakui kesalahannya namun ia tetap saja melakukan hal yang sama.  Dari melihat kebiasaan-kebiasaan Rayyan di sekolah dapat diambil kesimpulan sementara jika Rayyan menunjukkan perilaku gangguan ADD/ADHD.

D.      Diagnosis
Dengan melihat hasil analisis dan profil anak bisa diambil kesimpulan penyebab utama perilaku buruk Rayyan adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, kakek, dan tempat ia dititipkan dulu. Dengan kedua orang tua yang sibuk bekerja sehingga waktu kebersamaan Rayyan dan kedua orang tuanya sangat berkurang, hal ini dapat menyebabkan Rayyan kuarang mendapatkan perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya. Telepati anatara ibu dan anak pun tidak terjalin dengan baik sehingga ibu Rayyan tidak begitu paham dengan apa yang diinginkan oleh anaknya. Pola asuh kedua orang tua Rayyan ini adalah pola asuh permisif.
Adanya pola asuh yang berbeda saat Rayyan berada di TPA dan saat ia berada dirumah kakeknya juga memberikan dampak negatif bagi pola tingkah laku Rayyan. Di TPA Rayyan mendapat kesempatan untuk bermain bersama teman-temannya sebayanya namun ketika diasuh kakeknya, Rayyan tidak diperbolehkan untuk bermain diluar rumah bersama teman-teman sebayanya dikarenakan sang kakek khawatir jika Rayyan terpengaruh dengan perilaku anak-anak yang lain yang dianggapnya negatif. Pola asuh seperti ini termasuk dalam pola asuh Appeasers. Rayyan juga sering mendapatkan ancaman dari pengasuhnya ketika di TPA saat ia melakukan kesalahan. Hal inilah yang membuat Rayyan takut untuk pergi ke TPA dan akhirnya diasuh oleh sang kakek.
Kesepian dan ketidak puasan Rayyan inilah yang memicu sikap hyperaktif di sekolahnya, ia ingin selalu mencari perhatian agar orang disekelilingnya dapat memperhatikannya lebih dari anak-anak yang lain.

E.     Pragnosis
Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengurangi sikap hyperaktif Rayyan adalah diawali dengan pendekatan yang dilakukan oleh orang tua Rayyan. Orang tua Rayyan diharapkan dapat lebih memperhatikan Rayyan ketika dirumah dan memberi waktu untuk bersama Rayyan lebih lama. Menyamakan pola asuh antara orang tua dan pengasuh Rayyan dapat mengurangi perilaku hyperaktif. Lalu langkah awal yang dapat dilakukan disekolah adalah dengan mendekati Rayyen dan berusaha membuatnya nyaman berada didekat kita dengan demikian kita dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi pada Rayyan.
F.     Treatment/Penanganan
Pada kasusus yang dialami Rayyan, penulis mencoba memberikan treatmen/penanganan menggunakan terapi perilaku ini untuk mengurangi masalah Rayyan, Pada awalnya sanggat sulit untuk mendekati Rayyan, karena dia salah satu anak yang suka memilih-milih teman, hanya teman-teman yang bisa mengikuti perintahnya saja yang mau ia dekati. Namun dengan mencoba berinteraksi dan mengikuti Rayyan bermain, sedikit-demi sedikit Rayyan bisa terbuka kepada penulis. Hal pertama yang penulis lakukan adalah memberikan rayyan kasih saying seerti yang ia butuhkan, dan menghadapi rayyan dengan kesabaran bukan dengan selalu melarang apa yang dia lakukan dan menghkumnya saat ia melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh guru-guru disekolahnya. Ada beberapa strategi yang dapat membantu menumbuhkan perilaku baik pada Rayyan jika dijalankan secara konsisten dan kesabaran tingkat tinggi :
1.      Puji perilaku baik Rayyan (bisa berupa pujian, pelukan, senyuman dll).
2.      Jangan balik menyerang anak (memarahi atau memberikan hukuman fisik) saat Rayyan melakukan kesalahan karea itu bisa menambah buruk perilakunya.
3.      Gunakan perintah, petunjuk, penjelasan singkat (misalnya: tolong duduk) dan bukan bertanya (misalnya: kenapa kamu tidak duduk ?) dan secara spesifik (misalnya: kamu perlu duduk tenang di kursi saat sedang belajar dikelas).
4.      Gunakan hadiah sebagai bentuk kerja kerasnya (misalnya, arahkan Rayyan untuk melakukan pekerjaannya dengan terus mendampinginya, dan berikan arahan untuk menyelesaikan tugasnya dulu setelah itu ia boleh main sepuasnya).
5.      Tetapkan aturan dasar, reward dan konsekuensi sebelum aktivitas (misalnya sebelum makan siang, arahkan Rayyan untuk mengikuti arahan guru dengan pelan dan nada suara yang lembut agar tidak terkesan memerintah,  jelaskan reward dan konsekuensinya dan terapkan keduanya dengan konsisten).
6.      Ubah perilaku negatif dengan cara membuat daftar pencapaian dan reward (siapkan  daftar singkat perilaku baik yg diharapkan dari anak dan beri reward untuk setiap pencapaian, pastikan daftar tersebut realistis misalnya 2 atau 3 perilaku saja dan perbaharui daftar setelah tujuan tercapai).
7.      Menerapkan disiplin yang efektif (saat Rayyan berperilaku negatif walaupun telah diingatkan daripada marah dan memukul, lebih baik mengurangi hak istimewa yang disukai anak atau gunakan metode timeout (untuk anak usia lebih kecil), minta anak untuk duduk diam di 'pojok timeout' selama waktu tertentu, 1 menit per 1 tahun usia anak), setelah konsekuensi selesai, ajak anak bicara baik-baik untuk  jelaskan kenapa dan apa harapan kita pada anak.
8.      Biasakan keteraturan dan kerapian (siapkan wadah berlabel untuk masing-masing barang, ajari Rayyan untuk meletakkan barang-barang sesuai labelnya dengan metode bermain).
9.      Mengurangi distraksi (belajar di meja yang rapi/ tidak penuh dengan barang lain, bersih dari mainan dan matikan TV/radio).
10.  Batasi pilihan (untuk mencegah kebingunan, batasi pilihan ke Rayyan menjadi dua saja, misalnya pilihan makanan, pakaian, hadiah dll.)
11.  Bantu anak menemukan bakatnya (setiap Rayyan perlu mempunyai perasaan sukses untuk membangun harga diri dan pengembangan keahlian sosialnya, temukan dan dukung setiap pencapaian bakat Rayyan, baik itu olah raga, seni, informasi teknologi dll). Dalam hal ini Rayyan sangat senang melukis dan berlari.
Dengan beberpa bimbingan konseling yang Penulis lakukan kepada Rayyan selama kurang dari 1 bulan, Alhamdulillah Rayyan sedikit mau untuk meperhatikan dan bermain dengan teman-temannya, perkembangan sosial rayyan sudah mulai berkembang dengan baik. Namun ketika tidak ada penulis dan tidak ada yang mebimbingnya, Rayyan kembali seperti itu saat gurunya memarahi Rayyan. Hal ini meberikan suatu fakta bahwa, bimbingan ini tidak bisa diterapkan oleh 1 orang saja namun juga semua orang yang berada disekeliling Rayyan juga harus turut berperan dalam proses penanganan Rayyan.



BAB IV
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Gangguan ADD/ADHD merupakan kondisi yang sudah terlihat sejak masa balita, dan dapat dibedakan secara jelas dengan anak-anak pada umumnya. Karena, pada anak ADD/ADHD, tampilan perilaku tak terkendali berlangsung terus-menerus di segala situasi (persisten).
Karakteristik utama gangguan ini, yakni: 1. Inattention (kesulitan memusatkan perhatian) 2. Impulsivitas (kesulitan menahan keinginan), 3. Hiperaktivitas (kesulitan mengendalikan gerakan).
Terdapat tiga faktor yang dianggap mempengaruhi kondisi ADHD, yaitu: 1. Faktor genetik/keturunan, 2. Ketidakseimbangan kimia, 3. Kinerja otak.
Penanganan anak ADD/ADHD dengan program terapi perilaku perlu didasari dengan 4 prinsip yaitu Perkuat perilaku baik dengan sistem imbalan / reward, Acuhkan perilaku kurang baik yang ringan, Cabut hak istimewa jika perilaku negatif menjadi terlalu serius untuk diacuhkan, Hilangkan pemicu dari perilaku buruk



B.     Saran
-          Orang tua sebaiknya tidak hanya konsentrasi dalam pekerjaannya tapi juga tetap memperhatikan kesehatan dan permasalahan yang dihadapi oleh anak.
-          Orang tua sebaiknya lebih meningkatkan intensitas waktu berada didekat anak dari pada pekerjaan karena hal ini data mempererat hubungan keakraban dengan anak.
-          Pola asuh sebaiknya disamakan antara dirumah dan diluar rumah (sekolah) agar mengurangi tingkat stress dan perilaku buruk anak.



DAFTAR PUSTAKA

Taylor, John F.1997. Helping Your Hyperactive/ADD Child. Prima Publishing. California.
Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta : Indeks
Corey, Gerald. 1991. Theory and Practice of Counseling and Psychotheray, 5th Ed. Brooks/Cole Publishing Company.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Hough, Margareth. Counseling Skills and Theory. 1998. London : Holder & Stoughton.



Lampiran 1 :
Data Perkembangan Rayyan
Nama Siswa     : Rayyan
Kelompok        : Anyelir Merah            Tahun Pelajaran         : 2013/2014
                  
I.              Informasi Perkembangan:

No
Aspek Perkembangan dan Pencapaiannya
1.
Moral dan nilai-nilai  agama
·         Sudah dapat mengikuti bacaan doa sebelum belajar dan sesudah melakukan kegiatan serta menirukan sikap berdoa.
·         Sudah dapat menunjukkan rasa sayang dan cinta kasih kepada ciptaan Tuhan.
·         Sudah dapat menirukan ucapan yang baik.
·         Sudah dapat mengenal kata-kata santun ( maaf, tolong).
·         Sudah dapat menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak.

2.       
Fisik/Motorik
·         Sudah dapat berdiri dengan satu kaki bergantian sebentar dan melompat dengan satu kaki.
·         Sudah dapat melipat kertas sederhana, meskipun belum rapi dan kadang masih dibantu / bimbingan.
·         Sudah dapat mengelompokkan benda-benda yang tidak serupa.
·         Sudah dapat mengikuti gerakan senam sederhana.
·         Sudah dapat menggambar bentuk secara sederhana (seperti garis dan coretan).
·         Sudah dapat membuat garis mendatar, tegak lurus dan lingkaran, walau terkadang masih dibantu/ bimbingan.

3.
Bahasa
·         Sudah dapat menjawab pertanyaan : ”siapa”, ”mengapa”, ”dimana”, dan bertanya seperti pertanyaan : ”kapan”, ”bagaimana”.
·         Sudah dapat mengerti dan melaksanakan dua perintah sederhana.
·         Sudah dapat mengenali, menirukan dan mengetahui suara-suara benda dan binatang.
·         Sudah dapat menyebutkan hingga 10 gambar yang dikenalnya.
.



4.
Kognitif
·         Sudah dapat mengenal fungsi benda yang benar.
·         Sudah dapat mengelmpokkan benda berdasarkan bentuk, warna, ukuran dan fungsi secara sederhana.
·         Sudah dapat menunjukkan 6 warna yang disebutkan.
·         Sudah dapat mencocokkan dua bentuk (seperti lingkaran dan bujur sangkar).
·         Sudah dapat memahami konsep banyak/sedikit, kecil/besar, penuh/kosong.
·         Sudah dapat mengklasifikasikan sekitar 4 macam benda, walau terkadang masih dibantu / bimbingan.

5.
Sosial-emosi
·         Sudah mulai bisa menunggu giliran.
·         Sudah dapat bermain bersama, tetapi dengan pengawasan orang dewasa.
·         Sudah dapat mengikuti aktifitas sekitar 20 menit.
·         Sudah dapat menunjukkan ekspresi wajah sedih, senang dan takut.
·         Sudah dapat berkonsentrasi mendengarkan cerita 3 – 4 menit.

6.





Keterampilan Hidup
·         Sudah dapat menyimpan alat – alat sekolah yang sudah disediakan.
·         Sudah dapat makan sendiri dan membereskan peralatan makan, walau terkadang masih dibantu orang tua.
·         Sudah dapat memakai sepatu sendiri.
7.
Tahap Main
Main Balok
·         Sudah pada tahap 8; menggunakan balok untuk membangun 3 dimensi yang padat.
Menggambar
·         Sudah pada tahap 2; coretan terarah, tanda-tanda tertentu (seperti garis-garis atau titik-titik) diulang-ulang, biasanya berbentuk lonjong, tanda-tanda itu belum berhubungan.
Meronce
·          Sudah pada tahap 3; merangkai terus menerus
Menulis
·         Sudah pada tahap 2; coretan terarah, tanda-tanda tertentu (seperti garis-garis atau titik-titik).
Main Peran
·         Sudah pada tahap 4; “sosial berdampingan” bermain dekat dengan anak lainnya, anak terlibat dalam permainannya sendiri tetapi senang dengan kehadiran anak lainnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar