MAKALAH
PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN II
Pengembangan Kebiasaan Positif ( Kerja Sama) & Resolusi Konflik
Disusun Oleh :
Kelompok 3
1.
Sy. Nabila Noor A. 1205125007 (A)
2.
Vanessa Iven H. 1205125011 (A)
3.
Lily Ananda 1205125022 (A)
4.
Fitri Rohmawati 1205125045 (B)
Kelas : A
& B Pagi
Dosen
Rury Muslifar, S.Pd, M.Pd
PROGRAM STUDI S1-PAUD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunianya dan Hidayah-Nya makalah “Psikologi Perkembangan II (Pengembangan Kebiasaan Positif (Kerja sama) & Resolusi Konflik” ini dapat kami selesaikan.
Didalam proses persiapan, observasi, dan pembuatan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung turut menunjang penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala saran dan
keritik yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
yang memerlukan dan dapat ditindak-lanjuti oleh pihak-pihak terkait.
Wassalamualaikum
Wr.Wb.
Samarinda, 25 September 2013
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA
PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
I.
Latar Belakang .................................................................................. 1
II.
Rumusan Masalah ............................................................................. 2
III.
Tujuan penulisan................................................................................ 2
BAB II KAJIAN
TEORI ........................................................................... 3
I.
Teori Tentang Kerjasama................................................................... 3
II.
Teori Tentang Resolusi Konflik ........................................................ 4
BAB III PEMBAHASAN........................................................................... 7
I.
Kerjasama.......................................................................................... 7
A.
Pengertian Kerja Sama................................................................ 7
B.
Aplikasi Pembiasaan Kerja Sama................................................ 7
C.
Langkah-langkah Pembentukan Prilaku..................................... 10
D.
Teknik Pembentukan prilaku...................................................... 11
II.
Resolusi Konflik................................................................................ 15
A.
PengertianResolusi Konflik........................................................ 15
B.
Aplikasi Di lembaga Paud.......................................................... 16
C.
Teknik Pembentukan Prilaku...................................................... 18
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 19
I.
Kesimpulan........................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 20
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Kemampuan menerima dan menghargai
perbedaan perlu semenjak dini ditanamkan pada diri setiap orang. Demikian pula,
pada seorang anak, perlu dibekali social life skill, seperti belajar untuk
menerima dan belajar untuk menghadapi perbedaan. seorang anak juga akan belajar
menyikapi rasa suka atau tidak suka, setuju atau tidak, cocok atau tidak.
Social life skillpada anak seperti itu dapat dimulai dari kurikulum di lembaga
pendidikan anak usia dini (PAUD).
Di lembaga pendidikan anak usia dini,
anak-anak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar. Tentunya di usia dini,
mereka akan belajar pondasi-pondasinya. Mereka diajarkan dengan cara yang
mereka ketahui, yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi
bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang diarahkan, mereka bisa belajar
banyak; cara bersosialisasi, berkerjasama, problem solving, negosiasi, manajemen
waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta
1-3 bahasa. Pada makalah ini, kami akan membahas tentang Kerja sama dan
REsolusi Konflik untuk anak usia dini
II.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari Kerjasama dan Resolusi Konflik?
2. Bagaimana
bentuk kerjasama dan resolusi konflik di PAUD?
3. Bagaimana
teknin pembentukan perilaku berkerjasama dan resolusi konflik di PAUD?
III.
Tujuan Penulisan
Dengan penulisan makalah ini,
diharapkan kita sebagai calon pendidik anak usia dini dapat memberikan kepada
anak apa itu kerjasama dan resolusi konflik dan bagaimana cara berkerja sama
dan menyelesaikan konflik dengan benar dan tepat sehingga dapat membantu
perkembangan anak terutama dalam hal bersosialisasi dengan teman sebayanya.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
I.
Teori Kerja Sama
A.
Hafsah
Menurut
Hafsah sering juga disebut dengan istilah kemitraan, yang berarti suatu
strategi kegiatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu
tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan
saling membesarkan (Hafsah, 2008).
B.
Zainudin
Menurut
Zainudin dalam website www.etd.library.ums.ac.id kerjasama merupakan kepedulian
satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam
suatu kegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya,
menghargai dan adanya norma yang mengatur, makna kerjasama dalam hal ini adalah
kerjasama dalam konteks organisasi, yaitu kerja antar anggota organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi (seluruh anggota).
C.
Thomson
dan Perry
Menurut
Thomson dan Perry dalam Keban (2007:28), Kerjasama memiliki derajat yang
berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi (cooperation) sampai pada derajat
yang lebih tinggi yaitu collaboration. “Para ahli pada dasarnya menyetujui
bahwa perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dan
kompleksitas dimana cooperation terletak pada tingkatan yang paling rendah.
Sedangkan collaboration pada tingkatan yang paling tinggi”.
D.
Kusnadi
Kusnadi
mengartikan kerja sama sebagai dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas
bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau
tujuan tertentu.
E.
Schiller
Menurut
Schiller dan Bryant kerjasama adalah menggabungkan tenaga sendiri dengan tenaga
orang lain untuk bekerja untuk mencapai tujuan umum.
Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa kerjasama adalah aktivitas dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dalam jangka waktu
tertentu. Dalam pendidikan anak usia dini, kerjasama dapat diartikan sebagai
usaha bersama dalam menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan antara anak
dengan anak ataupun antara anak dengan orang dewasa.
II.
Teori Resulosi Konflik
Istilah ‘resolusi’ berasal dari kata dasar
‘resolve’ yang artinya menyelesaikan atau memecahkan masalah (kamus
inggris-indonesia, lomgman dictionary). Dengan kata lain resolusi konflik dapat
diartikan sebagai salah satu keterampilan sosial yang memperolehnya didapat
setelah perbuatan menyelesaikan konflik secara berulang-ulang (berkali-kali
menyelesaikan konflik, sehingga diperoleh keterampilan resolusi konflik).
Kebanyakan anak menyelesaikan konflik
mereka dengan menggunakan salah satu cara dari antara dua cara, yaitu
mengundurkan diri dari situasi tersebut atau menggunakan kekuatan fisik. Peran
guru ialah membantu anak-anak menghargai adanya beberapa alternatif cara untuk
bisa menyelesaikan perselisihan/percekcokan. Beberapa penelitian menunjukan
konflik akan lebih berhasil di dalam menyelesaikam konflik.
Pada usia anak-anak, sangat sulit bagi
mereka untuk menerima jika salah satu anak menang dan yang lainnya harus kalah.
Oleh karena itu penyelesaian konflik kadang membutuhkan saling penyesuaian
sehingga tidak ada orang yang menang maupun kalah.
Deutsch dan Raider (Jones dan Kmitta, 2000:viii) menyatakan bahwa,
“children who engage in destructive conflict strategies, particularly the use
of violence, often have deficiencies in social problem-solving and
interpersonal skills”.
Menurut Johan Galtung ada tiga tahap dalam penyelesaian konflik yaitu:
1.
Peacekeeping
Adalah proses menghentikan atau mengurangi aksi kekerasan melalui
intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga perdamaian yang
netral.
Dalam hal ini AS dan NATO melakukan intervensi militer dalam usahanya untuk
menghentikan konflik yang terjadi di Kosovo. Karena kepemimpinan AS yang
efektif di NATO, maka AS mengizinkan NATO untuk melakukan serangan ke Serbia
dan memaksanya keluar dari Kosovo. Kemudian AS menerapkan resolusi DK PBB Nomor
1244 Tahun 1999 yang menempatkan Kosovo di bawah mandat PBB.
2.
Peacemaking
Adalah proses yang tujuannya mempertemukan atau merekonsiliasi sikap
politik dan stategi dari pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi,
arbitrasi terutama pada level elit atau pimpinan.
Dikaitkan dengan kasus ini pihak – pihak yang bersengketa dipertemukan guna
mendapat penyelesaian dengan cara damai. Hal ini dilakukan dengan menghadirkan
pihak ketiga sebagai penegah, akan tetapi pihak ketiga tersebut tidak mempunyai
hak untuk menentukan keputusan yang diambil. Pihak ketiga tersebut hanya
menengahi apabila terjadi suasana yang memanas antara pihak bertikai yang
sedang berunding.
3.
Peacebuilding
Adalah proses implementasi perubahan atau rekonstruksi social, politik, dan
ekonomi demi terciptanya perdamaian yang langgeng. Melalui proses peacebuilding
diharapkan negative peace (atau the absence of violence) berubah menjadi
positive peace dimana masyarakat merasakan adanya keadilan social,
kesejahteraan ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif.
Program pendidikan resolusi konflik
merupakan suatu program alternatif yang dapat mendidik para siswa untuk
memiliki ketrampilan membangun hubungan sosial yang baik. Jones dan Campton
(Jones, 2004: 233) menyatakan bahwa Pendidikan Resolusi Konflik “provides
critical life skills necessary for building caring communities and establishing
constructive relationships.” Dengan pendidikan resolusi konflik diharapkan para
siswa dapat memahami konflik dengan lebih baik, mampu mengendalikan emosi, dan
mempunyai keterampilan untuk memecahkan konflik secara konstruktif. Bodine dan
Crawford memberikan pendapat yang lebih lengkap tentang pendidikan resolusi
konflik. Mereka menyatakan menyatakan bahwa:
”Conflict resolution education has
proven to be one of the key components of school strategies that not only
assist young people in finding alternatives to violence but also support them
in developing the social competencies of cooperation, empathy, creative problem
solving, social cognitive skills, and relationship skills” (Bodine dan
Crawford, 1998:xv).
BAB
III
PEMBAHASAN
I.
Kerja Sama
A. Pengertian Kerja Sama
Kerjasama adalah aktivitas dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati bersama dalam jangka waktu tertentu. Dalam pendidikan anak usia
dini, kerjasama dapat diartikan sebagai usaha bersama dalam menyelesaikan tugas
yang telah ditetapkan antara anak dengan anak ataupun antara anak dengan orang
dewasa.
B. Aplikasi Pembiasaan Kerja Sama
Menerapkan pembiasaan kerja sama pada Anak usia dini bisa dilakukan dengan
kegiatan bermain didalam kelas maupun diluar kelas. Hal ini karena, konsep
belajar anak usia dini adalah bermain sambil belajar dan belajar seraya
bermain.
Kegiatan di luar kelas yang bisa menerapkan dan menanamkan pembiasaan
kerjasama pada anak adalah kegiatan outbound. Berbagai kegiatan outbound yang
dapat digunakan untuk menanamkan kerjasama pada anak sedikit berbeda dengan
jenis kegiatan outbound yang biasa diterapkan untuk orang dewasa. Namun tidak
semua kegiatan outbound yang dilaksanakan di TK dapat digunakan untuk
menanamkan kerjasama ini, karena sebagian untuk pengembangan aspek yang lain.
Kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan untuk menanamkan kerjasama antara lain :
1.
High
Impact
a.
Kereta
Balon
Permainan
ini membutuhkan alat berupa balon yang diisi air. Permainan ini dimainkan dalam
team yang anggotanya merupakan anggota kelompok (kelas) di TK yang melaksanakan
kegiatan outbound. Anggota team berbaris dengan posisi tangan di belakang
badan, sementara balon diapit oleh dada hingga perut anak yang di belakang
dengan punggung anak yang ada di barisan depannya. Satu tema beranggotakan 4 –
5 anak yang harus menjaga agar tidak ada balon yang terjatuh di dalam teamnya.
Agar balon tidak jatuh, maka harus ada koordinasi dan kerjasama antar kelompok.
Kecepatan anak yang berada di baris depan harus memperhatikan kecepatan anak di
belakangnya dan seterusnya. Team pemenang adalah team yang sampai finish
terlebih dahulu.
b.
Moving
Water
Untuk
melakukan kegiatan ini alat yang dibutuhkan adalah gelas plastik sejumlah anak
dan ember berisi air. Kegiatan dilakukan dengan cara memindahkan air dalam
ember ke ember lainnya dengan cara estafet dari satu gelas plastik ke gelas
yang lain. Antar anggota kelompak harus menjaga kekompakkan agar air dalam
gelas yang dipegangnya dapat dioper tanpa menumpahkan isinya. Kelompok yang
embernya terisi air penuh terlebih dahulu keluar sebagai pemenang.
c.
Halang
rintang dan hiking
Kedua
kegiatan ini hampir sama pelaksanaannya maupun alat yang dibutuhkan. Inti
kegiatan anak berjalan di berbagai kondisi jalan dan melewati beberapa
rintangan. Anak berjalan dalam kelompok yang dituntut masing-masing anggotanya
untuk saling membantu ketika melewati rintangan ada di perjalanan.
d.
Estafet
Bendera
Alat
yang dibutuhkan untuk kegiatan estafet bendera adalah ember besar, ember kecil,
dan bendera berukuran kecil. Anak dibagi dalam beberapa team yang masing-masing
team harus memindahkan bendera dari ember besar di tengah ke ember kecil di
kelompok masing. Masing-masing anggota kelompok berusaha memindahkan tongkat
sambil menghindari agar tidak menabrak anggota kelompok lainnya yang berlari
berlawanan arah dengannya.
2.
High
Impact
a.
Flying
Fox
Flying
Fox Adalah kegiatan menyeberangi wilayah atau danau luas dengan cara meluncur
di seutas tali wire menuju tempat pendaratan dengan pengaman (harnes). Pada
anak TK, peluncuran dilakukan berpasangan dimana masing-masing pasangan
diharapkan saling menguatkan agar tidak takut dan dapat menjaga keseimbangan
hingga sampai di tempat pendaratan.
b.
Burma
Bridge
Membutuhkan
tali wire sebagai dan tambang sebagai tempat berpegangan. Anak berjalan di
seutas tali setelah diikat dengan pengaman (harnes). Tambang pegangan dipasang
sejajar dengan wire setinggi dada anak. Ketika berjalan di atas tali anak
berjalan dengan cara menyamping. Sekali meniti dilakukan 2 – 3 anak sekaligus
yang masing-masing mengingatkan untuk menjaga keseimbangan dan saling membantu
agar tidak terpeleset pada tali.
c.
Two-line
Bridge
Hampir sama
dengan burma bridge tapi pada two-line bridge tambang pegangan dibuat dua di
sisi kanan dan kiri anak setinggi dada anak. Anak melintasi tali dengan cara
berpegangan tangan kanan dan kiri serta berjalan maju bukan menyamping seperti
pada burma bridge. Untuk tugas kerjasama, seperti halnya pada kegiatan burma
bridge, kegiatan ini juga menuntut kegiatan saling membantu dan menjaga
keseimbangan.
Kegiatan di luar
kelas yang bisa menerapkan dan menanamkan pembiasaan kerjasama pada anak adalah
kegiatan bermain yang sering dilakukan anak saat proses belajar. Misalnya
bermain balok secara berkelompok, saling bekerja sama menyusun buku atau
bekerjasama menghias pohon mainan.
C. Langkah-Langkah Pembentukan Perilaku
1.
Mengenalkan
Permainan yang Bersifat Kerjasama
Bentuk permainan-permainan yang bersifat
kerjasama adalah permainan yang sifatnya berkelompok dan harus
dilaksanakan secara koordinasi antara anak untuk dapat menyelesaikan permainan
tersebut. Contohnya adalah bermain balok didalam ruangan yang dilakukan secara
berkelompok.
2.
Mengenalkan
Nilai Kasih Sayang
Prasyarat untuk menumbuhkan rasa kasih sayang kepada anak adalah dengan memberikan cinta
dan kasih sayang sebesar-bearnya kepada anak sejak kecil. Selain cinta dan rasa aman, orang tua dan guru perlu
mengajarkan anak untuk menempatkan dirinya pada orang lain. Berikut kegiatan
yang bisa dilakukan untuk mengealkan nilai kasih saying kepada anak :
a)
Mengajak
anak untuk senantiasa menghormati dan menghargai seluruh ciptaan tuhan
b)
Menanamkan
sifat saling menyayangi sesama mahkluk hidup, seperti menolong orang yang
jatuh, tidak menginjak serangga di tanah, tidak memetik bunga sembarangan dll
c)
Ajak
anak untuk mengumpulkan berbagai barang untuk disumbangkan ke badan amal
d)
Memberi
kesempatan pada anak untuk bermain dengan anak-anak lain, agar menyadari bahwa dilingkungannya ada orang
lain yang mempunyai pemikiran, perasaan dan permasalahan yang bermacam-macam kadang
sama atau berbeda dengan dirinya, sehingga anak belajar untuk tidak memaksakan
kehendak pada orang lain
e)
Mengajarkan
anak untuk saling menyayangi tanpa memandang perbedaan, misalnya anak mau
berteman dengan orang yang berasal dari etnis atau agama yang berbeda.
f)
Hargai
dan berilah dorongan ketika anak memperlihatkan sikap kepedulian dan kasih
sayang
3.
Mengenalkan
Sikap Gotong-royong
Mengenalkan sikap gotong-royong dengan mengajak anak-anak untuk
membersihkan lingkungan sekolah bersama-sama. Dengan dibimbing oleh guru anak
diajarkan unutk saling membantu membersihkan dan merapikan lingkungan sekolah.
4.
Mengajarkan
Anak Untuk Berbagi.
Ada
beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk menunjukkan anak bagaimana caranya
saling berbagi sesame teman sebaya.
a)
Mengajak
anak untuk membagi makanan yang ia miliki kepada teman yang tidak membawa
makanan.
b)
Meminjamkan
crayon kepada teman yang tidak memiliki cryon dan mewarnai bersama.
c)
Bercerita
dengan menggunakan boneka tangan dengan tema cerita saling berbagi.
5.
Mendorong
Anak Untuk Membantu Orang Lain.
6.
Mengajarkan
Kesungguhan Hati dalam Membantu Orang Lain.
D. Teknik
Pembentukan Perilaku
1.
Pendidik
memberi pengertian tentang pentingnya kerja sama dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari kepada anak contoh permainan. Misalnya permainan kucing
dan tikus, dimana dalam permainan ini ada yang berperan sebagai tikus, kucing,
dan pagar. Apabila yang berperan sebagai pagar lalai, maka kucing akan dapat
dengan mudah mengangkap tikus.
2.
Mengajak
anak untuk bercerita. Pada umumnya kegiatan ini sangta disenangi anak-anak.
Lewat tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut anak akan memperoleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi perkembangan sosialnya.
3.
Mengajak
anak bermain drana sederhana dan memerankan orang yang suka menolong (misalnya
jururawat, dokter, ibu, ayah, kakek, nenek). Melalui permainan ini rasa empati
pada anak dapat dikembangkan.
4.
Melaksanakan
berbagai kegiatan yang mendorong anak untuk bekerja sama misalnya tugas
kelompok dalam berkebun, tugas kelompok dalam giliran merapikan alat permainan
dan menyiapkan makan bersama dikelas.
Michael Maginn (2004), mengemukakan cara menumbuhkan semangat kerjasama di
lingkungan sekolah sebagai berikut :
1.
Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal yang
berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas,
tim tidak akan menghasilkan apa-apa.
Tujuan memerupakan pernyataan apa yang harus diraih oleh tim, dan
memberikan daya memotivasi setiap anggota untuk bekerja. Contohnya, sekolah
yang telah merumuskan visi dan misi sekolah hendaknya menjadi tujuan bersama.
Selain mengetahui tujuan bersama, masing-masing bagi- an seharusnya mengetahui
tugas dan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
2.
Perjelas keahlian dan tanggung jawab
anggota. Setiap
anggota tim harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab
terha- dap suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para
guru selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas
tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan
lain-lain. Agar terbentuk kerja sama yang baik, maka pemberian tugas tambahan
tersebut harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.
3.
Sediakan waktu untuk menentukan cara
bekerjasama.
Meskipun setiap orang telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui
kerja sama, namun bagaimana kerja sama itu harus dilakukan perlu adanya
pedoman. Pedoman tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang
terlibat. Pedoman dapat dituangkan secara tertulis atau sekedar sebagai
konvensi.
4.
Hindari masalah yang bisa diprediksi. Artinya mengantisipasi masalah yang
bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik
harus dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan
muncul, bukan sekedar menyelesaikan masalah. Dengan mengantisipasi, apa lagi
kalau dapat mengenali sumber-sumber masalah, maka organisasi tidak akan
disibukkan kemunculan masalah yang silih berganti harus ditangani.
5.
Gunakan konstitusi atau aturan tim yang
telah disepakati bersama. Peraturan tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan
pekerjaannya dan menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah. Selain itu
perlu juga ada konsensus tim dalam
mengerjakan satu pekerjaan.
6.
Ajarkan rekan baru satu tim agar
anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku
antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja,
norma, dan nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru
pindahan dari sekolah lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari”
bagaimana bekerja di lingkungan tim kerja di sekolah. Suatu sekolah terkadang
sudah memiliki budaya saling pengertian, tanpa ada perintah setiap guru
mengambil inisiatif untuk menegur siswa jika tidak disiplin. Cara kerja ini
mungkin belum diketahui oleh guru baru sehingga perlu disampaikan agar tim
sekolah tetap solid dan kehadiran guru baru tidak merusak sistem.
7.
Selalulah bekerjasama, caranya dengan
membuka pintu gagasan orang lain. Tim seharusnya menciptakan
lingkunganyang terbuka dengan gagasan
setiap anggota. Misalnya sekolah sedang menghadapi masalah keamanan dan
ketertiban, sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama sehingga kerjasama tim
dapat berfungsi dengan baik.
8.
Wujudkan gagasan menjadi kenyataan. Caranya dengan menggali atau memacu
kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak
sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim
bersemangat untuk meraih tujuan. Dalam menggali gagasan perlu mencari kesamaan
pandangan.
9.
Aturlah perbedaan secara aktif. Perbedaan pandangan atau bahkan
konflik adalah hal yang biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi.
Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya
sebagai kekuatan untuk memecahkan
masalah. Cara yang paling baik adalah mengadaptasi perbedaan menjadi bagian
konsensus yang produktif.
10.
Perangi virus konflik, dan jangan
sekali-kali ”memproduksi” konflik. Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang
tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini
sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing. Konflik dapat
melumpuhkan tim kerja jika tidak segera ditangani.
11.
Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim
untuk bekerja bersama. Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak,
tidak siap berbagi informasi, tidak
terbuka dan saling curiga.. Situasi ini tidak baik bagi tim. Sumber saling
ketidakpercayaan di sekolah biasanya
berawal dari kebijakan yang tidak
transparan atau konsensus yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu dan kepala
sekolah tidak bertindak apapun. Membiarkan situasi yang saling tidak percaya
antar-anggota tim dapat memicu konflik.
12.
Saling memberi penghargaan. Faktor nomor satu yang memotivasi
karyawan adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan
danm prestasi organisasi. Setelah sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika
pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk
merayakannya. Di sekolah dapat dilakukan sesering mungkin setiap akhir kegiatan
besar seperti akhir semester, akhir ujian nasional, dan lain-lain.
13.
Evaluasilah tim secara teratur. Tim yang efektif akan menyediakan
waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta untuk
berpendapat tentang kinerja tim, evaluasi kembali tujuan tim, dan konstitusi
tim.
14.
Jangan menyerah. Terkadang tim menghadapi tugas yang
sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Tim bisa menyerah
dan mengizinkan kekalahan ketika semua jalan kreativitas dan sumberdaya yang
ada telah dipakai. Untuk meningkatkan semangat anggotanya antara lain dengan
cara memperjelas mengapa tujuan tertentu menjadi penting dan begitu vital untuk
dicapai. Tujuan merupakan sumber energi tim. Setelah itu bangkitkan kreativitas
tim yaitu dengan cara menggunakan kerangka fikir dan pendekatan baru terhadap
masalah.
II. Resolusi
Konflik
Kita saat ini masih kadang melihat terjadinya konflik di kalangan pelajar
sekolah menengah dan mahasiswa di Indonesia. Perkelahian fisik secara massal
atau tawuran antarpelajar dan tawuran antarmahasiswa merupakan masalah yang
paling pelik bagi dunia pendidikan di Indonesia. Konflik yang terjadi di
kalangan pelajar di sekolah dapat menjadi pertanda bahwa mereka kurang mampu
memiliki keterampilan interpersonal yang baik. Sebenarnya konflik merupakan
suatu yang alamiah, tetapi sikap dan cara menangani konflik secara destruktif
seringkali menyebabkan konflik menjadi sangat merugikan. Dalam masyarakat atau
lembaga yang otoriter, pemecahan konflik sering dicapai dengan menggunakan
kekuasaan atau strategi kekerasan untuk menyelesaikan konflik antarpihak-pihak
yang berkonflik.
A. Pengertian
Resolusi Konfilk
Resolusi konflik adalah suatu proses analisis dan penyelesaian masalah yang
mempertimbangkan kebutuhan – kebutuhan individu dan kelompok seperti identitas
dan pengakuan juga perubahan – perubahan institusi yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan – kebutuhan
Pendidikan resolusi konflik didasari oleh beberapa asumsi dasar, yaitu: 1)
persepsi yang positif terhadap konflik, 2) penghargaan terhadap perbedaan, 3)
dikembangkan dalam konteks kerjasama, dan 4) menjadikan problem solving sebagai
inti kegiatan. Program pendidikan resolusi konflik didasarkan pada persepsi
yang positif tentang konflik. Konflik adalah alami dan normal; dan merupakan
bagian dari hidup. Dengan persepsi yang positif terhadap konflik ini berarti
bahwa konflik bukan suatu daerah tertutup (closed area) atau hal yang tabu
untuk dibicarakan.
B. Aplikasi
Di Lembaga Paud
Beberapa contoh pembiasaan perilaku resolusi konflik
yang perlu distimulasi (rangsang) oleh pendidik dalam pembelajaran sehari-hari
ialah sebagai berikut:
1.
Pendidik mendorong anak yang berbuat salah untuk
mengucapkan maaf
2.
Pendidik mendorong anak menerima kritik
3.
Pendidik menanamkan nilai kesabaran
4.
Pendidik menanamkan nilai persatuan
5.
Pendidik menanamkan perasaan saling membutuhkan
6.
Pendidik menuntun anak agar merasakan dirinya
berharga dengan apa yang ia lakukan/miliki
7.
Pendidik mendorong anak menghargai apa yang
dilakukan dan dimiliki orang lain
8.
Pendidik mengajarkan anak untuk
bertoleransi/bertenggang rasa
C.
Teknik Pembentukan Perilaku
Salah satu strategi problem solving yang menonjolkan
peran ‘berpikir’ untuk menyelesaikan masalah (dalam hal ini masalah
sosial-emosional) dapat diterpkan untuk pembentukan keterampilan resolusi
konflik.
Langkah-langkah problem solving untuk resolusi konflik:
1.
Pembatasan dan perumusan masalah yang dihadapi
a.
Guru membantu anak memahami bahwa
masalah/problem itu benar-benar “ada”.
b.
Guru membantu anak mengenali problemnya dengan
cara menemukan dan mengumpulkan semua situasi masalah yang dihadapi anak.
c.
Guru berbicara dengan anak untuk membantunya
memahami:
1)
Sifat problem,
2)
Lingkungan yang berkaitan, dan
3)
Faktor-faktor emosi yang ada
2.
Menentukan beberapa alternatif
a.
Anak dibantu memberikan macam-macam alternatif serta kemungkinan akibatnya
terhadap solusi-solusinya. Misal:
-
Ganti mendorong anak lain keluar dari barisan
-
Mengadukan keguru
-
Membiarkan anak lain berdiri paling depan,
asalkan lain kali bergantian yang berdiri paling depan.
b.
Alternatif-alternatif ini bisa juga disajikan secara visual lebih
dahulu, dan anak diajak menganalisis masing-masing akibat dari alternatif yang
dipertunjukan.
3.
Menentukan solusi
a.
Langkah pengambilan keputusan ini dilakukan
dengan menuntun anak mengambil alternatif dengan akibat yang bisa diterima
secara sosial.
b.
Setelah solusi yang ‘diinginkan’ sudag
ditentukan, anak didorong untuk menerapkannya.
c.
Perilaku demikian dapat diulang-ulang melalui
bermain peran.
4.
Evaluasi
a.
Guru dan anak membicarakan bersama apakah cara
yang diterapkan sudah memperbaiki perilaku anak.
b.
Apabila belum, anak perlu dibimbing dengan cara
lain untuk menghadapi permasalahannya.
BAB
IV
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Kerjasama adalah aktivitas dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang
telah disepakati bersama dalam jangka waktu tertentu. Dalam pendidikan anak
usia dini, kerjasama dapat diartikan sebagai usaha bersama dalam menyelesaikan
tugas yang telah ditetapkan antara anak dengan anak ataupun antara anak dengan
orang dewasa.
Resolusi konflik adalah suatu proses analisis dan penyelesaian masalah yang
mempertimbangkan kebutuhan – kebutuhan individu dan kelompok seperti identitas
dan pengakuan juga perubahan – perubahan institusi yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan – kebutuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar